
Ilustrasi cuaca ekstrem di kota saat hujan lebat dan petir melanda.
GEMINI99NEWS – Langit Indonesia kembali menunjukkan wajah garangnya pada hari ini, Minggu, 1 Juni 2025. Sejak pagi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memperingatkan masyarakat akan potensi cuaca ekstrem di sejumlah wilayah. Awan hitam pekat menggantung di atas berbagai kota besar, dan hujan deras turun membasahi jalanan, sesekali disertai kilatan petir yang memecah langit dan gemuruh yang mengguncang bumi.
Cuaca ekstrem kembali menjadi tajuk utama hari ini, bersamaan dengan peringatan Hari Lahir Pancasila. Sayangnya, euforia nasional harus diimbangi dengan kewaspadaan tinggi. Di berbagai sudut negeri, warga mulai bersiap menghadapi kondisi yang tidak menentu. Perubahan suhu yang cepat dan pergerakan angin yang tak biasa menjadi sinyal akan datangnya gangguan atmosfer yang serius.
BMKG Keluarkan Peringatan Dini untuk Sejumlah Wilayah
BMKG menyebutkan bahwa wilayah dengan potensi terdampak paling besar hari ini meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, serta Papua dan Papua Barat. Curah hujan tinggi diperkirakan turun dalam waktu singkat, dan kemungkinan besar disertai petir maupun angin kencang. Di beberapa kota seperti Bandung, Semarang, dan Makassar, laporan hujan lebat telah masuk sejak pukul lima pagi waktu setempat.
Menurut BMKG, pembentukan awan cumulonimbus yang intens menjadi pemicu utama dari kondisi ini. Awan tersebut tumbuh menjulang hingga belasan kilometer ke atas dan mengandung kelembaban tinggi, menjadikannya biang dari hujan deras dan sambaran petir yang kuat.
Dampak Langsung: Genangan, Pemadaman, dan Kegiatan Tertunda
Warga di berbagai daerah langsung merasakan dampaknya. Di Bandung, genangan mulai terbentuk di sejumlah titik, terutama di kawasan pusat kota seperti Dago dan Pasteur. Sementara di Makassar, suara petir yang bertalu-talu sempat membuat panik warga, terutama mereka yang berada di wilayah perumahan padat. Akibatnya, pasokan listrik di beberapa blok sempat terputus selama lebih dari satu jam.
Kondisi serupa juga terjadi di Semarang, di mana Deni, seorang pengemudi ojek daring, mengaku sepi order karena banyak warga memilih tetap di rumah. “Biasanya ramai kalau hari libur, tapi sekarang hujan terus dari pagi. Orang-orang takut keluar rumah,” katanya dengan nada lesu.
Tak hanya masyarakat umum, beberapa kegiatan resmi juga terdampak. Upacara Hari Lahir Pancasila yang sedianya dilakukan di lapangan terbuka Kota Bogor akhirnya dipindahkan ke dalam ruangan karena kondisi langit yang tidak memungkinkan.
Cuaca Ekstrem dan Isu Perubahan Iklim
Fenomena cuaca ekstrem yang makin sering terjadi dalam beberapa tahun terakhir tidak lepas dari isu perubahan iklim global. Menurut pakar klimatologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Yustina Ardi, pola cuaca kini semakin sulit diprediksi. Pemanasan suhu permukaan laut menyebabkan gangguan pada sirkulasi atmosfer, sehingga wilayah-wilayah tropis seperti Indonesia rentan terhadap hujan ekstrem mendadak.
“Yang dulu hanya terjadi lima tahunan, kini bisa muncul tiap tahun, bahkan tiap musim,” ujar Prof. Yustina. Ia juga menyoroti pentingnya adaptasi kebijakan nasional agar tidak hanya bertumpu pada respons saat bencana, tetapi juga pada langkah-langkah preventif berbasis sains dan data.
Kesiapan dan Respons Pemerintah Daerah
Beberapa pemerintah daerah sigap merespons peringatan dini ini. Di Yogyakarta, BPBD telah menyiagakan tim relawan untuk mengantisipasi banjir bandang di daerah-daerah rawan longsor seperti Sleman dan Kulonprogo. Di Kalimantan Selatan, aparat mengimbau warga pesisir untuk menghindari aktivitas laut karena gelombang tinggi dan angin kencang.
Sementara itu, pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR mempercepat uji coba sistem deteksi banjir berbasis sensor digital di lima kota besar, sebagai bagian dari adaptasi menghadapi cuaca ekstrem. Di Jakarta, meski belum mengalami hujan lebat hari ini, seluruh sistem pompa dan kanal siaga penuh karena kondisi atmosfer dapat berubah cepat.
Adaptasi Warga Lokal: Dari Sumur Resapan hingga Rambu Hujan
Di tengah ancaman cuaca yang semakin sulit diprediksi, warga juga mulai menunjukkan ketahanan lokal. Di Kalimantan Selatan, kelompok tani mulai membangun sumur resapan dan parit air kecil untuk menampung limpasan air hujan. Mereka belajar dari pengalaman buruk banjir 2024, yang merendam hektaran lahan pertanian dan menurunkan produktivitas pangan.
Contoh menarik datang dari Sulawesi Selatan, di mana sekelompok pemuda di desa perbukitan memasang rambu digital sederhana yang menyala otomatis saat curah hujan tinggi. Rambu itu mengingatkan warga untuk tidak melewati jalur rawan longsor atau naik ke ladang jika intensitas hujan tinggi.
Waspada, tapi Jangan Panik
Cuaca ekstrem di Indonesia tampaknya bukan lagi kejadian langka, tetapi bagian dari realitas baru yang harus dihadapi dengan kesiapan dan kesadaran kolektif. Hujan deras dan petir yang menyelimuti langit pada 1 Juni 2025 menjadi pengingat bahwa alam bisa berubah drastis dalam waktu singkat.
Namun, dengan informasi yang akurat, kesigapan pemerintah, dan adaptasi masyarakat, risiko bisa ditekan. BMKG terus mengupdate peringatan dini secara real-time melalui situs dan aplikasinya. Di sisi lain, warga diimbau tetap tenang, tidak panik, dan selalu mengikuti perkembangan cuaca dari sumber terpercaya.
Langit mungkin tengah murung hari ini, tapi semangat waspada dan gotong royong tetap harus menyala. Sebab, menghadapi cuaca ekstrem bukan hanya soal bertahan, tapi juga soal beradaptasi untuk masa depan yang lebih aman dan tangguh.