
Bediding melanda Jawa Tengah, suhu pagi turun hingga 14°C saat kemarau 2025.
Suhu Ekstrem Menyelimuti Pegunungan Jawa Tengah
GEMINI99NEWS – Fenomena bediding di Jawa Tengah kembali menjadi perhatian masyarakat sejak awal Juli 2025. Pagi-pagi buta di sejumlah daerah dataran tinggi seperti lereng Gunung Ungaran dan Sindoro, udara menusuk tulang. Suhu udara menukik tajam hingga menyentuh angka 14 derajat Celsius. Kondisi ini membuat aktivitas pagi warga melambat. Sebagian besar mengenakan jaket tebal bahkan selimut saat beraktivitas di dalam rumah.
Fenomena seperti ini bukanlah kejadian baru, namun tetap mengejutkan karena terjadi cukup ekstrem dan mendadak. Bediding—sebutan khas masyarakat Jawa untuk udara sangat dingin saat pagi hari—menandai puncak musim kemarau. Namun yang membedakan tahun ini adalah intensitas serta cakupan wilayah yang terdampak, bahkan mencapai daerah dataran menengah yang biasanya tidak terlalu ekstrem suhunya.
Penyebab Bediding: Antara Kemarau dan Angin Australia
Fenomena bediding di Jawa Tengah bukanlah akibat dari peristiwa astronomi seperti Aphelion, seperti yang sempat beredar di masyarakat. Penurunan suhu drastis ini sebenarnya dipicu oleh kombinasi dari kondisi meteorologis. Musim kemarau yang kering, langit cerah pada malam hari, dan angin monsun dari Australia menciptakan kondisi ideal bagi suhu minimum permukaan menurun drastis.
Langit yang cerah membuat panas yang diserap bumi pada siang hari terlepas kembali ke atmosfer pada malam hari tanpa hambatan. Hal ini menyebabkan suhu permukaan menjadi sangat dingin menjelang pagi. Di sisi lain, angin dari belahan bumi selatan membawa massa udara dingin dan kering, memperparah turunnya suhu di wilayah selatan khatulistiwa seperti Jawa Tengah.
Dampak Terhadap Aktivitas dan Kesehatan Warga
Masyarakat yang tinggal di sekitar pegunungan mulai menyesuaikan diri dengan suhu ekstrem ini. Aktivitas pertanian sedikit terganggu karena embun pagi menjadi lebih tebal dan lama menguap. Beberapa tanaman hortikultura seperti tomat dan cabai rawan rusak karena suhu dingin mendadak.
Tak hanya sektor pertanian, dampak bediding juga dirasakan oleh para pelajar dan pekerja yang harus keluar rumah pagi-pagi. Anak-anak sekolah banyak yang terpaksa mengenakan perlengkapan tambahan agar tidak menggigil. Sementara itu, warga lansia mulai mengeluhkan gangguan sendi dan pernapasan, yang memang kerap kambuh saat udara terlalu dingin.
Tenaga medis setempat mengimbau warga agar tetap menjaga kondisi tubuh, cukup asupan gizi, dan tidak keluar rumah pagi-pagi buta jika tidak mendesak. Meski bediding bukan kondisi berbahaya, namun dapat memperparah kondisi kesehatan bagi kelompok rentan seperti anak kecil, ibu hamil, dan lanjut usia.
Fenomena Bediding Diperkirakan Berlangsung Sampai Agustus
Fenomena bediding di Jawa Tengah diperkirakan akan terus berlangsung hingga Agustus 2025. Kondisi ini sejalan dengan puncak musim kemarau di wilayah selatan Indonesia. Berdasarkan pola klimatologis, suhu minimum biasanya terjadi pada Juli hingga awal Agustus, sebelum mulai menghangat menjelang peralihan ke musim hujan pada akhir September.
Meskipun suhu ekstrem pagi hari cukup mengganggu, namun kondisi ini juga memberi sinyal bahwa iklim tengah menjalani siklus normal tahunan. Setelah periode hujan panjang dan kemarau yang tertunda, udara dingin seperti ini menjadi penanda khas bahwa Indonesia telah masuk fase kemarau sepenuhnya, meski sebagian wilayah masih mengalami anomali cuaca basah.
Menjaga Keseimbangan di Tengah Perubahan Cuaca
Fenomena bediding di Jawa Tengah merupakan pengingat bahwa alam memiliki ritmenya sendiri. Meski tidak tergolong bencana, perubahan suhu ekstrem tetap menuntut kesiapsiagaan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kondisi fisik, mengenali pola iklim, serta menyesuaikan aktivitas harian akan menjadi kunci menghadapi perubahan cuaca mendadak seperti ini.
Selain itu, pemerintah daerah dan lembaga kesehatan diharapkan tetap memberikan edukasi dan informasi berkala kepada warga, terutama yang tinggal di wilayah-wilayah rawan suhu rendah. Dalam situasi seperti ini, informasi yang akurat dan cepat bisa mencegah dampak lebih besar terhadap kesehatan masyarakat.