
Kemarau 2025 diprediksi lebih pendek, iklim basah masih dominan.
Pola Hujan Tak Biasa: Kemarau 2025 Lebih Singkat
GEMINI99NEWS – Musim kemarau 2025 diperkirakan akan lebih pendek dari biasanya. BMKG menyebutkan bahwa curah hujan masih cukup tinggi hingga memasuki Juli, padahal kemarau seharusnya sudah dimulai sejak pertengahan Juni. Beberapa wilayah seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara masih dilanda hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi.
Menurut BMKG, pola ini terjadi karena angin Monsun Timur belum cukup kuat. Selain itu, El NiƱo juga belum berkembang signifikan. Akibatnya, udara kering dari Australia belum mendominasi. Sebaliknya, suhu laut di Indonesia masih hangat. Hal ini menyebabkan penguapan tinggi dan memperkuat terbentuknya awan hujan.
Kemarau 2025 dan Dampaknya pada Pertanian
Meski musim kemarau biasanya menguntungkan bagi panen, tahun ini justru memberi peluang tambahan. Cuaca basah yang masih terjadi memperpanjang masa tanam padi di berbagai daerah. Karena itu, sektor pertanian justru diuntungkan oleh perubahan pola musim ini.
Kementerian Pertanian mencatat bahwa produksi padi dari Januari hingga Juli 2025 diprediksi mencapai 21,76 juta ton. Jumlah ini naik sekitar 15 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Salah satu penyebabnya adalah pasokan air yang tetap tersedia hingga pertengahan tahun.
Sejumlah petani di Ngawi, Klaten, dan Lombok Timur menyambut baik kondisi ini. Mereka bahkan bisa menanam padi dua kali dalam satu musim. Biasanya, hal ini hanya mungkin dilakukan jika tersedia sistem irigasi modern. Namun karena hujan masih turun, mereka dapat menghemat air dan mempercepat proses tanam.
Pemerintah Siaga Hadapi Risiko Iklim Basah
Meskipun memberikan keuntungan bagi pertanian, curah hujan yang berlebihan juga menyimpan potensi bahaya. Pemerintah mengingatkan bahwa banjir bandang dan tanah longsor bisa terjadi jika tanah terus jenuh air. Oleh karena itu, langkah antisipatif tetap menjadi prioritas.
Kementerian Pertanian dan BNPB sudah mengeluarkan imbauan kepada pemerintah daerah. Mereka diminta untuk memantau wilayah rawan dan bersiap menghadapi potensi cuaca ekstrem lanjutan. Selain itu, Kementerian PUPR juga mempercepat perbaikan tanggul dan jaringan irigasi untuk mencegah kerusakan lahan pertanian.
Kemarau Pendek dan Perubahan Iklim Global
Fenomena kemarau pendek dalam beberapa tahun terakhir menandakan bahwa pola iklim terus berubah. Para ahli menyebut bahwa perubahan iklim global membuat musim-musim di Indonesia semakin sulit diprediksi. Akibatnya, baik petani maupun pemerintah harus lebih fleksibel dalam merespons kondisi alam.
BMKG menegaskan pentingnya adaptasi di sektor pangan dan infrastruktur. Salah satu langkah konkret adalah penggunaan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap perubahan cuaca. Selain itu, strategi tanam juga harus disesuaikan dengan curah hujan yang dinamis dari tahun ke tahun.
Kesimpulan
Kemarau 2025 berlangsung lebih singkat, namun membawa dampak yang tidak bisa diabaikan. Cuaca basah yang terus berlanjut memberi keuntungan bagi pertanian, tetapi tetap menyimpan potensi bencana. Oleh karena itu, adaptasi menjadi kunci utama untuk menghadapi kondisi iklim yang semakin tidak menentu..