
Ilustrasi ShadowVault, pelaku serangan siber global 2025.
GEMINI99NEWS – Pada pertengahan Juni 2025, dunia kembali dikejutkan oleh serangan siber besar-besaran. Kali ini, serangan itu datang dari kelompok peretas bayangan yang menamakan diri mereka “ShadowVault”. Tanpa ampun, mereka meluncurkan ransomware canggih ke sistem vital milik pemerintah, perusahaan, dan infrastruktur di sedikitnya 40 negara. Inilah salah satu serangan siber global paling masif dalam sejarah digital modern.
Apa Itu ShadowVault?
ShadowVault bukan sekadar grup peretas biasa. Mereka diduga berasal dari Eropa Timur dan memiliki jaringan yang tersebar di berbagai negara. Berdasarkan penyelidikan awal dari FBI dan Interpol, ShadowVault menggunakan varian ransomware baru yang mampu mengunci sistem secara simultan sambil mengekstraksi data sensitif.
Ransomware yang mereka gunakan tak hanya menyandera data, tapi juga merusak backup, mematikan alarm sistem, dan menargetkan server cadangan. Metode ini menjadikan ShadowVault sebagai ancaman serius terhadap stabilitas keamanan digital global.
40 Negara Jadi Sasaran: Dari AS hingga Indonesia
Serangan siber global 2025 ini menyasar negara-negara besar dan berkembang. Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Brasil, Jepang, hingga India, semuanya melaporkan gangguan serius pada infrastruktur digital mereka. Bahkan, Indonesia turut terdampak, meskipun skalanya masih tergolong kecil dan terbatas pada sistem transportasi dan kementerian tertentu.
Kementerian Kominfo Indonesia mengonfirmasi bahwa sistem internal mereka sempat lumpuh selama tiga jam pada pagi 15 Juni 2025. Dalam pernyataan resminya, mereka menegaskan bahwa data publik tetap aman. Namun, sumber internal menyebutkan bahwa terdapat indikasi pencurian data pegawai dari salah satu subdirektorat.
Target Infrastruktur Vital: Energi, Transportasi, dan Data
ShadowVault tidak asal memilih sasaran. Mereka menargetkan infrastruktur vital—energi, transportasi, komunikasi, dan sektor keuangan. Di Prancis, sistem kereta cepat TGV sempat berhenti total selama 6 jam. Di India, pembangkit listrik tenaga surya terbesar di Rajasthan terhenti setelah sistem SCADA-nya diserang. Bahkan di Kanada, dua bank besar harus menghentikan layanan ATM dan internet banking selama lebih dari 24 jam.
Serangan ini menyoroti betapa rentannya sistem digital dunia terhadap aktor-aktor jahat yang tak terikat oleh hukum internasional. Banyak negara kini mulai mempertimbangkan ulang kebijakan keamanan siber nasional mereka.
Respons Dunia: FBI, Interpol, dan Negara Korban Bergerak
Menanggapi serangan ini, FBI langsung membentuk satuan tugas bersama dengan Interpol dan Europol. Tim ini bertugas mengoordinasikan pelacakan sumber serangan, memverifikasi jenis ransomware, dan menyalurkan peringatan dini ke negara-negara berisiko tinggi.
Selain itu, negara-negara anggota G7 menyerukan penyusunan protokol global baru terkait keamanan digital. Seruan ini muncul dalam pertemuan darurat yang digelar pada malam 16 Juni 2025 di Alberta, Kanada.
Sementara itu, perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Microsoft, Google, dan IBM menyatakan kesiapan mereka untuk mendukung investigasi dan memperkuat sistem pertahanan digital global.
Apa Dampaknya bagi Indonesia dan Dunia?
Bagi dunia, serangan ini merupakan peringatan keras bahwa transformasi digital tanpa keamanan adalah bom waktu. Ketergantungan terhadap sistem daring tanpa perlindungan maksimal dapat menghancurkan sistem ekonomi, keamanan, bahkan stabilitas politik sebuah negara.
Di Indonesia, pemerintah langsung membentuk Tim Khusus Keamanan Siber Nasional (TKKSN) yang melibatkan BSSN, Kominfo, TNI, dan akademisi. Presiden bahkan memerintahkan revisi Perpres tentang Strategi Keamanan Siber agar lebih adaptif terhadap ancaman global.
Bagi masyarakat umum, dampaknya mungkin belum terasa besar. Namun, bila data pribadi, sistem pelayanan publik, hingga rekening digital terganggu, maka efeknya bisa sangat luas. Oleh karena itu, masyarakat juga diajak lebih waspada: perbarui sistem keamanan perangkat, gunakan autentikasi ganda, dan hindari klik tautan mencurigakan.
Penutup
Serangan siber global 2025 yang dilakukan ShadowVault membuktikan bahwa dunia belum sepenuhnya siap menghadapi ancaman digital skala besar. Dalam dunia yang terhubung sepenuhnya melalui jaringan, ancaman di satu negara bisa merembet ke negara lain dalam hitungan detik. Ini saatnya dunia bersatu bukan hanya menghadapi krisis fisik, tapi juga digital. ShadowVault mungkin hanyalah awal dari gelombang ancaman siber yang lebih luas di masa depan.